Pengacara Kondang Asal Bima, Desak Mabes polri Agar Segera Tangkap Pendeta Saefudin Foto : Pimpred Billy Pelopor NTB |
Jakarta, PeloporNTB.Com - Saefudin Ibrahim sang residivis intoleran, penista agama, dan penebar teror kebencian kembali berulah, dari isu awal soal tuduhan radikal terhadap pesantren dan permintaan penghapusan 300 ayat Al - Qur'an yang menjadi biang radikal, Minggu, 27/3/2022.
Bukan hanya penista agama, tuduhan radikal terhadap pesantren dan permintaan penghapusan 300 ayat Al - Qur'an. Akan tetapi Saefudin Ibrahim rupanya melakukan penghinaan terhadap Suku Bima.
Penghinaan yang dilakukan oleh mantan Residivis Intoleran Saefudin Ibrahim melalui vidionya kali ini menunai aksi kekecaman dari warga Bima itu sendiri.
Dalam Vidio yang beredar, Pendeta Saefudin Ibrahim mengatakan, biasalah pengacara Bima itu paling cari isteri, gak ada orang Bima isterinya 1 paling tidak 3 atau 5. Dalam durasi potongan video yang sama juga menyinggung suku Bima sebagai orang-orang emosional, lalu dalam durasi selanjutnya masih dalam video yang sama dengan nada ber-rima dia menggumam berirama : orang Bima tak punya malu (diulang 2 kali) di Al - Qur'an nya aja ada itu, lalu terkekeh dengan nada tertawa mengejek.
Media sosial seolah menjadi ruang bebas untuk men-transmisi sebaran kebencian, hal ini tak pelak memicu reaksi banyak pihak.
Arief Rahman Hakim, SH., MH, yang berprofesi sebagai pengacara yang notabene warga Bima kembali melakukan kecaman keras. "Ini sudah melebar kemana-kemana, kali ini bukan saja melukai hati umat islam dan para pemuka agama dan pejabat di pemerintahan akan tetapi juga memfitnah etika profesi pengacara", ujar Arif.
Dalam Vidionya di tujukan kepada pengacara Bima yang bernama Firdaus. Vidio singkat tersebut viral di media sosial. Sosok dimaksud Firdaus Oiwobo yang memang praktisi hukum asal Bima.
Seperti di ketahui, Saifuddin Ibrahim dilaporkan oleh Muhammad Firdaus Oiwobo. Laporan itu teregister dengan nomor TBL/B/526/III/2022/SPKT/POLRES TANGGERANG SELATAN/POLDA METRO JAYA tertanggal 17 Maret 2022.
"Dalam laporan tersebut, Saifuddin Ibrahim dilaporkan atas tuduhan ujaran kebencian Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE", terang Arif Rahman Hakim, SH., MH, kelahiran desa Bolo Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima.
Hal ini sudah terang benderang ujar Arief Rahman hakim, SH., MH. "Firdaus Oiwobo hanya menggunakan haknya sebagai warga negara, umat islam dan warga Bima yang merasa tersakiti akibat transimisi bebas ujaran kebencian dari residivis intoleran dan residivis ujaran kebencian bernada SARA ini", ujarnya.
"Sekali lagi kami tegaskan baik atas nama pribadi, etika profesi, dan tanah kelahiran kami serta nilai-nilai agama yang kami junjung tinggi serta prinsip equality before the law, saya mengutuk keras statement-statement residivis intolerant dan ujaran kebencian ini", pungkas Arif.
Dikatakan Arif, kami mendesak dengan segala kapasitas keilmuan, analisis hukum yang kami miliki agar pemerintah tidak terus diam akan hal ini. Dan bahkan menko mahfud MD sudah pernah memgeluarkan statement dan di balas dengan ancaman carok, lalu sekarang akibat mendapat delik aduan seluruh warga masyarakat Bima mendapat hinaan atas hak yang melekat (HAM) sebagai orang yang terlahir dengan kodrat sebagai warga Bima mendapat celaan dan hujatan tanpa dasar dan membawa-bawa hinaan kembali terhadap Al - Qur'an suci yang kami junjung tinggi.
Sudah jelas kasus-kasus seperti ini soal aturan dan jurispendensi pertimbangan yang bisa di jadikan contoh hukum misalnya :
1. Pertama, kasus Sandy Hartono yang diadili Pengadilan Negeri Pontianak tahun 2011. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pontianak tanggal 20 September 2011 Nomor : 347/Pid.B/2011/PN.PTK.
2. Kedua, kasus Alexander Aan yang diadili di Pengadilan Muaro Sumatera barat tahun 2012, berdasarkan putusan No 45 /PID.B/2012/PN.MR ia di hukum dua tahun penjara dan 3 bulan serta denda 100 juta karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA)”
3. Ketiga kasus, Kasus Muhamad Rokhisun yang diadili di pengadilanm negeri Pati tahun 2013, berdasarkan Putusan Nomor: 10/Pid.Sus/2013/PN.Pt. ia pidana penjara selama: 5 (lima) dan denda sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan.
Apalagi yang membuat residivis ini bebas berkeliaran mentransmisikan hasutan-hasutan jahat di ruang publik melalui medsos. "kami akan menggunakan segenap daya upaya dan kapasitas kami bahkan bila perlu merangkul semua elemen warga Bima yang menjadi sasaran ujaran kebencian, dan penistaan berbau SARA ini", tutup Arif Rahman Hakim, SH., MH. (BL-01