Syarat Pemimpin Daerah Menyambut Pilkada 2024
Cari Berita

Iklan 970x90px

Syarat Pemimpin Daerah Menyambut Pilkada 2024

Rabu, 04 September 2024

 

Asrianto Asgaf


Foto; Billy Pelopor NTB 

Penulis: Asrianto Asgaf.


Bima, Peloporntb.com - Pilkada 2024 akan menjadi momentum penting bagi Indonesia dalam memilih pemimpin daerah yang mampu membawa perubahan positif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, proses seleksi yang ketat dan partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas.   Dan Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, berbagai diskusi mengenai syarat dan kriteria calon pemimpin daerah yang ideal semakin mengemuka.

*KEPALA DAERAH HARUS BERMODAL INTELEKTUALITAS*, artinya dia memiliki kapasitas dan wawasan terkait masalah, kebutuhan, kemampuan anggaran daerah (APBD) dan kebijakan publik di daerah. Dia tahu kapasitas anggaran daerah dan mampu merancang program yang nyata berbasis kebutuhan dan kemampuan anggaran daerah. Dia paham bagaimana regulasi dibuat dan keterkaitan kebijakan satu dengan kebijakan lainnya. Ini mengingat Bupati, misalnya, adalah pejabat eksekutif (eksekutor) yang paling kecil atau rendah. Jadi, yang kita butuhkan dari dia adalah program nyata, yang senyata-nyatanya, bukan program abstrak dan tidak bisa diukur. 


Dalam konteks ini, kita tidak membutuhkan calon kepala daerah yang berwacana tinggi serta tidak konkret. Kita singkirkan calon-calon yang kebanyakan membius warga dengan janji tinggi dan bombastis, padahal dia tahu kemampuan anggaran daerah terbatas dan kecil untuk membiayai mimpi-mimpi tersebut. Kita tidak memerlukan calon yang hanya bicara tentang “AKAN MENYEJAHTERAKAN WARGA”, sebaliknya kita perlu calon yang mampu memberikan program konkret, nyata, dan benar-benar terukur untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut, baik dari sisi alokasi anggaran dan waktu pencapaian. 


Sebagai informasi, secara umum, APBD Kota/Kabupaten di kabupaten Bima itu tergolong sebagai daerah “pengemis” ke Pemerintah Pusat. Dalam arti, kemampuan anggarannya terbatas, secara khusus  (APBD) Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat 2024 direncanakan mencapai Rp1,96 triliun yang pada tahun tahun 2023 sebesar Rp 1,91 triliun itu artinya ada peningkatan 21%. Di antara jumlahnya itu, 35-40% sudah dipakai buat biaya gaji pegawai. Sisanya baru buat belanja pembangunan bagi kebutuhan warga. Dengan jumlah penduduk 543.459 jiwa dan luas wilayah 437.465 Ha atau 4.394,38 Km² yang besar dan kompleks, bisa dipastikan jumlah anggaran untuk pembangunan itu terbatas bahkan bisa disebut tidak akan cukup menghasilkan pembangunan yang adil dan merata. Artinya, calon kepala daerah di Kabupaten Bima tidak bisa berbicara program yang terlampau tinggi apalagi terkesan bombastis! (Ngawang-ngawang)


Di sisi lain, warga sebagai pemilik suara berhak dan harus memiliki pengetahuan tentang besaran anggaran daerah (APDB) tiap tahun. Bahkan, warga harus paham apa itu belanja rutin dan belanja modal serta lebih jauh harus mengerti berapa alokasi anggaran tiap-tiap dinas yang selama ini berjalan. Pun, warga harus tahu sejauh mana masalah publik dominan di daerahnya. Melalui pengetahuan tersebut, warga bisa menakar sejauh mana rasionalitas dan kelayakan janji-janji program yang dicetuskan oleh tiap-tiap kandidat. Apakah janji program tersebut masuk akal, layak dan bisa dilakukan. Sejauh mana program itu bisa diwujudkan, masalah bisa diselesaikan dan ketersediaan anggaran. 


Contohnya, ini terkait kebutuhan dalam bidang pendidikan. Berapa jumlah tenaga guru yang akan direkrut berdasarkan kebutuhan daerah & kemampuan anggaran daerah selama 1 tahun bahkan 5 tahun ke depan, harus bisa dijabarkan oleh kandidat. Ini harus nyata dan terukur. Atau contoh lain, berapa KM jalan yang akan dibuat dalam 1 tahun anggaran atau bahkan 5 tahun mendatang, yang didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan anggaran daerah. Pun begitu juga dengan sektor lain, semisal UMKM, dan seterusnya. 


Masyarakat perlu memahami soal-soal seperti ini, sehingga kelak bisa berdikusi dan mempertanyakan secara tajam dan kritis ide masing-masing kandidat dalam sesi kampanyenya. Sebab pemimpin adalah suri tauladan yang baik dan benar


*INTEGRITAS DAN MORALITAS TINGGI* Pemimpin daerah yang memiliki integritas dan moralitas tinggi sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang efektif, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Calon pemimpin sebaiknya memiliki rekam jejak yang teruji dalam kinerja dan pengabdian kepada masyarakat, sebab dalam Pengelola daerah harus bijaksana, artinya mempunyai kemampuan dan pemahaman terhadap permasalahan (problem solving), kebutuhan, kemampuan tidak tergoda dengan anggaran daerah (APBD), yaitu Pemimpin daerah harus memiliki integritas yang kuat dan moralitas yang tinggi untuk melawan korupsi dan berbagai praktik penyalahgunaan wewenang. 

ada banyak kepala daerah yang terjerat kasus hukum (korupsi), Data faktual dari KPK menandakan kalkulasi kuantitatifnya semenjak tahun 2004-2022, ada sebanyak 176 merupakan pejabat daerah terjerat problem rasuah. Rinciannya, terdapat 22 gubernur dan 154 walikota/bupati dan wakil yang juga berurusan dengan KPK. Masyarakat Bima masih teringat betul (memoriabel) tentang Walikota Bima 2 bulan lalu yang berujung di penjara lantaran kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang atas proyek di wilayah pemerintahannya, Tendensi seperti itu niscaya amat memprihatinkan.

Dengan integritas, pemimpin mampu mengambil keputusan yang mengutamakan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan pribadi atau golongan. dengan syarat integritas ini pepimpin akan mampu mengahadapi situasi Krisis, Pemimpin berintegritas dan bermoral kuat lebih mampu menghadapi berbagai tekanan dan krisis dengan bijak. Mereka tidak mudah goyah atau terpengaruh oleh isu-isu negatif karena memiliki dasar moral yang kuat. Ini penting untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan pemerintahan di tengah situasi sulit. 


Meskipun pemimpin dengan integritas dan moralitas tinggi sangat dibutuhkan, ada beberapa kritikan yang sering muncul terkait konsep ini, terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah. Integritas Sering Hanya Menjadi Alat Kampanye, Banyak yang berpendapat bahwa integritas dan moralitas calon sering kali hanya digunakan sebagai jargon kampanye untuk meraih simpati pemilih. Selama masa kampanye, para calon mungkin menonjolkan citra diri yang berintegritas dan bermoral, namun setelah terpilih, tidak jarang perilaku dan kebijakan yang diambil bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka gaungkan. Ini menimbulkan skeptisisme di kalangan masyarakat mengenai sejauh mana integritas dan moralitas benar-benar dipegang oleh calon pemimpin. Kesimpulannya Meskipun pemimpin yang berintegritas dan bermoral tinggi sangat dibutuhkan dalam pemerintahan, ada banyak tantangan dan kritikan yang dihadapi ketika konsep ini diterapkan dalam konteks pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih kritis dan realistis dalam mengevaluasi calon pemimpin, tidak hanya berdasarkan klaim moralitas dan integritas, tetapi juga dengan mempertimbangkan rekam jejak, kompetensi, dan kemampuan mereka dalam menghadapi dinamika pemerintahan yang kompleks. (Bl-01)